Senin, 29 Juni 2009

jepang

News Indonesia SuratkabarCom

A Gift For You.....

Prangko Pertukaran Budaya Jepang-Indonesia
20/07/2003 (21:00)

TOKYO (LoveIndonesiaPhilately) - Tahun ini adalah tahun pertukaran budaya internasional antara Jepang dengan ASEAN. Indonesia sendiri kebagian di bulan Juli 2003, sehingga di bulan Juli akan banyak acara Jepang di Indonesia dan acara Indonesia di jepang. Entah apa yang telah dipersiapkan Ditjen Postel atau pun PT Posindo terhadap acara pertukaran budaya internasional ini.

Yang pasti, di Jepang akan banyak pertunjukan budaya Indonesia, mulai tari, demonstrasi ketrampilan menyanting batik, mengukir perak, mempromosikan minum teh Indonesia dan sebagainya.

Lalu badan penyiaran televisi terbesar, NHK, yang tahun ini memperingati 50 tahun berdirinya TV tersebut, memutar ulang banyak drama terkenal NHK, misalnya TV Drama, Oshin. Akibatnya, kini banyak orang menangis lagi, tersentuh jiwanya, apabila nonton Oshin kembali.

Jepang sendiri pun pernah menerbitkan prangko Doraemon serta benda filateli gambar animasi karya Osamu Tetsuka lainnya.

Semua karya seni dan budaya tersebut melihat kepada pengarang, penulis, pribadi dan bukan perusahaan serta populer di berbagai negara. Bahkan Oshin ada yang dalam bahasa Indonesia. Bisa menjadi pertimbangan untuk diprangkokan dalam rangka pertukaran budaya kedua negara, Jepang dan Indonesia. Tinggal urusan hak cipta dibicarakan satu sama lain.

Di bidang lain, kita ketahui raksasa video games adalah Jepang. Siapa yang tidak tahu dengan Play Station Sony atau Game Boy Nintendo, maupun produk Sega Enterprises dan sebagainya. Nama-nama tersebut layaknya mobil Toyota, sudah merambah ke berbagai belahan dunia. Bahkan anak kecil pun sudah pintar menyebutkan, "Saya mau Nintendo."

Meskipun demikian, sampai detik ini, Jepang belum pernah menerbitkan prangko bertema video games. Demikian pula, Jepang belum pernah menerbitkan prangko Japan Airlines, atau prangko perusahaan raksasa Jepang lain. Katakanlah pula perusahaan minyak raksasa Jepang seperti Showa Shell Sekiyu KK, Japan Energy Corp. , Nippon Mitsubishi Oil belum pernah dimunculkan di dalam prangko.

Mengapa? Karena memang satu perusahaan muncul di prangko, berarti semua perusahaan berhak muncul di prangko. Tidak etis dan jelas sangat merugikan para filatelis, menguras dan mengeksploitasi dunia filateli yang pada akhirnya akan menghancurkan perfilatelian negara penerbit prangko tersebut.

Lain dengan Indonesia yang pernah menerbitkan prangko Garuda Indonesia, prangko Pertamina, termasuk pula tahun lalu prangko kantor berita Antara. Berapa banyak BUMN di Indonesia? Apabila mereka meminta agar diterbitkan pula prangko yang serupa untuk memperingati berdirinya BUMN tersebut, misalnya, berapa banyak pemunculan prangko Indonesia hanya untuk mengabadikan pihak swasta tersebut.

Memang pengaturan penerbitan prangko dan benda filateli di Indonesia sudah dikeluarkan, terbaru No.23/DIRJEN/2003 tertanggal 13 Maret 2003 .

Namun perlu kita ingat, banyak sekali aturan dikeluarkan di Indonesia dan ternyata tidak dipatuhi bahkan oleh sang pembuat sendiri. Satu contoh konkrit adalah SK Dirjen Postel yang lama, No. 81/Dirjen/2000 tanggal 19 Juli 2000 tentang kebijakan penerbitan prangko Indonesia.

Kebijakan ini justri dilanggar sendiri oleh Ditjen Postel sebagai penerbit prangko.

Dari SK tersebut (Pasal 17) nyata-nyata dituliskan bahwa penerbitan prangko antara lain diperkenankan apabila untuk memperingati suatu peristiwa nasional atau internasional, hanya akan dipertimbangkan apabila merupakan kelipatan 25 (duapuluh lima) tahun.

Kenyataan, tetap saja terbit prangko LKBN Antara tanggal 13 Desember 2002 yang dimaksudkan untuk memperingati HUT ke-30 perusahaan tersebut (walaupun pada prangko tak tertulis angka peringatan tersebut).

Dengan demikian sebenarnya kekacauan perfilatelian Indonesia bisa penulis katakan, berasal dari sumbernya sendiri, dari moral penerbitnya sendiri yang perlu dipertanyakan tanggungjawabnya dan sudah pantas serta layak kalau mereka mengundurkan diri dari jabatannya atas perbuatan yang dilakukannya tersebut.

Tanggungjawab moral inilah yang seringkali tidak kelihatan jelas di kalangan Ditjen Postel maupun PT Posindo sehingga setelah 58 tahun merdeka, khususnya saat ini tetap saja perfilatelian Indonesia tak bisa bangkit dengan baik. Bahkan penghasilan Posindo di bidang penjualan prangko sempat merosot besar apabila kini tak dibantu oleh penerbitan prangko Prisma.

Penerbitan prangko Prisma ini pulalah perlu dipertanyakan kejelasan kebijaksanaan penerbitannya.

Memang sudah ada aturan tertulis mengenai penerbitan prangko Prisma. Secara nyata misalnya tak akan bisa muncul gambar porno pada prangko Prisma. Lalu akhir-akhir ini diributkan dengan penerbitran prangko Prisma bergambar Inul. Baiklah Inul memang heboh dan tak bermasalah karena bukan pemberontak atau penghianat bangsa.

Tetapi bagaimana kalau ada orang yang membawa foto Hasan Tiro sang pemimpin Gerakan Aceh Merdeka (GAM), organisasi yang sebentar lagi secara internasional akan dicap teroris.

Apakah semua orang pos tahu dan mengenal wajah Hasan Tiro? Sampai sejauh mana tanggungjawab Posindo sebagai penerbit prangko Prisma apabila muncul prangko Prisma bergambar Hasan Tiro. Ini berarti bisa disamakan Posindo berkomplot dengan GAM untuk mempromosikan GAM.

Masih banyak lagi sebenarnya yang bisa kita pertanyakan dengan kebijaksanaan penerbitan prangko Prisma karena dengan mudah bisa dibuat oleh siapa saja. Yang penting kita punya uang dan gambar sesuai etika, moral dan sebagainya. Tetapi untuk urusan politik, Posindo mungkin bisa kebobolan dengan model prangko Prisma tersebut.

Ada baiknya kalau pengaturan lebih rinci dilakukan mengenai kebijakan penerbitan prangko Prisma Indonesia.

Sedangkan untuk bulan Juli 2003, seandainya tak masuk rencana penerbitan prangko pertukaran kebidayaan Jepang-Indonesia, ada baiknya Posindo menerbitkan resmi prangko Prisma tematik pertukaran kebudayaan Jepang-Indonesia. Gambarnya, bisa borodudur berdampingan dengan gambar wanita Jepang berkimono. Itu hanya contoh.

Semoga saja pertukaran budaya ini bisa berjalan dengan baik, termasuk di kalangan filatelis, antara lain dengan koreespondensi dan pertukaran prangko antara kedua remaja. Atau cobalah berdiskusi lewat milis PRANGKO (subscribe lewat : filateli@yahoo.com) tak dipungut biaya apa pun. (Richard Susilo)

Sejarah Jepang

Awal Mula Terjadinya Jepang
Jepang kini sudah dikenal masyarakat dunia bukan lagi sebagai negara berkembang melainkan sebagai negara maju.. Hal ini dibuktikan dengan merajalelanya produk-produk yang beredar dengan lebel Negara Matahari Terbit tersebut. Seperti konsumsi (rumah makan), barang elektronik, transportasi, pakaian, dan bahan baku lainnya bahkan atom & nuklir.
Jepang sendiri adalah negara yang tidak begitu luas dibandingkan dengan Indonesia. Namun Jepang sudah mampu mengalahkan negara-negara Asia lainnya. Luas negara Jepang sendiri adalah + 378.000km2 (ada pula yang menyebutkan hanya 370.000 km2). Itu berarti hanya 1/25 (seper dua puluh lima) dari negara Amerika. Bahkan cenderung lebih kecil dari Kalifornia.
Berdasarkan keadaan geografis dan sejarahnya, Jepang dibagi menjadi sembilan kawasan dari 47 prefektur. Kesembilan wilayah tersebut adalah Hokkaido, Tohoku, Kanto, Chubu, Kinki, Chugoku, Shikoku, Kyushu, dan Okinawa. Sedang empat pulau utamanya adalah Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu.
Selain dikenal sebagai product monster, Jepang juga dikenal sebagai negara misteri karena penuh tanda tanya dan sejarah. Mulai dari agama, bahasa, kebudayaan, penduduk, hingga awal terjadinya kepulauannya. Jika Amerika ditemukan oleh Colombus?, maka tidak begitu dengan Jepang.
Awal terjadinya kepulauan Jepang dimulai pada masa Palaozoic. Kala itu Jepang masih merupakan dasar lautan. Setelah memasuki masa Mesozoic, dasar lautan yang dimaksud mengalami perubahan dan membentuk daratan yang menyambung dengan Asia. Namun, pada akhir periode III masa Cenozoik, daratan tersebut kembali ke dasar laut.
Pada periode IV masa Deluvium, dasar laut tersebut timbul kembali dan sekali lagi menyatu dengan Asia. Setelah mengalami banyak perubahan alam dan cuaca, pada zaman es ke-3 (Dilivium), daratan yang menyatu dengan Asia ini berangsur-angsur mengalami penurunan dan membentuk kepulauan Jepang seperti sekarang ini.
Jepang yang memiliki ¾ kawasan pegunungan atau + 70% dari keseluruhan daratan memiliki empat musim yang berbeda. Empat musim tersebut adalah musim semi/haru (Maret – Mei), panas/natsu (Juni – Agustus), dingin/fuyu (September – Nopember), gugur/aki (Desember – Februari). Meski perubahan-perubahan iklim & cuaca sangat dinantikan masyarakat Jepang, ternyata Jepang sangat rawan terjadi gempa bumi dan bencana alam akibat letak geografisnya yang dipenuhi dengan pegunungan dan bukit-bukit.
Penghuni Jepang sendiri berasal dari beberapa negara yang bersinggah dan melakukan jual beli. Banyak pihak yang berpendapat berbeda akan hal ini. Masyarakat awam cenderung beranggapan bahwa suku Ainu lah sebagai penduduk pertama Jepang. Namun, pendapat tersebut belum dapat dibenarkan. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa penduduk asli atau nenek moyang Jepang adalah yang memiliki kebudayaan Jōmon. Hal ini dikarenakan telah ditemukannya fosil dari hasil kebudayaan Jōmon. Ada pendapat lain yang menyebutkan, dan terkenal dengan sebutan Teori Selatan-Utara bahwa nenek moyang Jepang yang asli berasal dari daratan Asia yang tinggal dan menamakan dirinya sebagai Kikajin yang berawal pada jaman Yayoi.
Teori Selatan menyebutkan bahwa nenek moyang Jepang berasal dari Asia Tenggara seperti Tibet, Taiwan, Kepulauan Pasifik Barat Daya, Melayu, dan bahkan Indonesia. Teori ini dapat dibenarkan dengan adanya penemuan tentang cara bercocok tanam yang dilakukan oleh nenek moyangnya dengan cara membuat sawah.
Teori Utara menyebutkan lain. Di sini disebutkan bahwa nenek moyang Jepang berasal dari pusat daratan Asia seperti Mongol, Manchuria, Siberia, dan Turki. Teori juga dapat dibenarkan karena tata bahasa yang digunakan dalam keseharian msyarakat Jepang sesuai dengan susunan bahasa Korea, Ural, Turki, dan sebagainya.
Zaman di Jepang
Pada dasarnya, Jepang memiliki banyak jaman sesuai dengan perubahan masa dan kekuasaan. Namun, secara garis besar Jepang dibagi menjadi 5 periode. Periode tersebut meliputi

Kurazano FUROSHIKI (Seni Melipat Kain)

Saya berdiri di depan kasir di Mitsukoshi, lalu mengeluh karena saya tidak ingin membeli tas!

Sebagai pengganti, Saya membuka ransel dan menarik lipatan Furoshiki dengan rapi. Saya mengikat salah satu dari ujung kain Furoshiki. Sisa dari dua sisi, saya ikat hingga membentuk segi empat dan bunga. Saya mempunyai tas tangan yang sederhana, tetapi tetap terlihat modis. Wanita yang berada di meja kasir bingung. Tentu saja wanita tersebut tidak bisa berkata apa-apa, tetapi terlihat dari raut wajahnya yang sangat takjub. Saat saya menggunakan tas tersebut, saya mendapatkan banyak pujian, mereka berkata, “Kamu lebih bagus daripada orang Jepang dan ternyata kamu sangat tahu dan mengerti cara menggunakan Furoshiki,”

Itulah salah satu pengalaman saya waktu itu. Perlu Anda ketahui

Furoshiki merupakan potongan kain berbentuk persegi yang digunakan untuk membungkus dan nmembawa karung. Furoshiki dapat dibuat dari kain sutra, katun, biasanya terbuat dari bahan-bahan yang didaur ulang. Mereka membuat dengan ukuran, model dan kisaran harga yang bervariasi.

Kain yang digunakan untuk membungkus dan membawa barang telah lama dikenal manusia. Kain ini dapat dijumpai hampir di seluruh kebudayaan di dunia. Namun sebaliknya di Eropa. Di Jepang, asal-usul Furoshiki bermula di periode kekuasaan Nara. Saat itu Furoshiki disebut dengan Tsutsumi, pada zaman kekuasaan Heian mereka disebut dengan Koromo-zutsumi dan digunakan untuk membungkus pakaian.

Kemudian, di Zaman Muromachi, Shogun Yoshimitsu Ashikaga membangun tempat pemandian yang besar (Ou-yudono) dimana Daimyos dari seluruh penjuru negara datang ke sana untuk mandi. Setelah mereka melepaskan pakaian mereka, mereka membungkusnya dengan kain sutra, yang biasanya tertera simbol keluarga, ini sebagai penanda supaya pakaian milik mereka tidak tercampur dengan orang lain. Di Zaman Edo, tempat pemandian umum menjadi sangat populer di kalangan masyarakat. Walaupun mereka tidak menggunakan tas berbahan vinil serta kelengkapan lainnya seperti pendahulu mereka , mereka membawa sabun, handuk dan pakaian dalam sebuah kain yang disebut Furoshiki. Adapun keranjang atau kotak persegi untuk menyimpan pakaian, seperti yang kita punya sekarang, belum dijumpai pada zama Edo.

Orang-orang biasanya membentangkan kain yang akan dilipatnya di lantai seperti tikar, lalu mereka melepaskan pakaiannya, melipatnya , lalu ,membungkusnya dengan rapi. Saat mereka selesai mandi, mereka melipat handuk yang basah, membereskan sabun dan kelengkapan lainnya untuk mereka bawa pulang ke rumah.

Penjelasan mengenai kata Furoshiki, terdiri dari kata Furo yang artinya mandi dan Shiku yang artinya membentangkan.

Sekarang, Furoshiki dapat digunakan dalam kebutuhan yang berbeda, tergantung dari ukurannya. Furoshiki yang kecil dapat digunakan untuk membungkus uang sebagai hadiah, tempat tisu, keranjang kecil, buku-buku, buah dan tidak lupa bekal nasi. Sedangkan Furoshiki yang besar dapat digunakan untuk kain pembungkus botol, semangka, kotak besar, tas belanja, taplak atau dapat juga digunakan untuk dekorasi perayaan Natal atau Tahun Baru. Saya biasa menyimpan pakaian dengan rapi di dalam koper atau tas untuk perjalanan, Saya juga biasa menggunakannya sebagai kain pembungkus komputer dan printer tentunya. Saya yakin, banyak cara untuk menggunakan kain ini, semuanya tergantung dari kreativitasnya masing-masing.

Furoshiki biasa didapatkan dari potongan-potongan kain kimono dari toko-toko besar (seperti Toko Mitsukoshi atau Toko Yamakataya), tapi mereka menjualnya kembali di toko kimono yang lebih kecil.

Harga Furoshiki yang berukuran 45 cm x 48 cm berkisar mulai dari 500 Yen ke atas, furoshiki yang berukuran 90 cm x 93 cm mulai dari 1500 Yen dan yang berukuran 105 cm x 108 cm seharga mulai 2000 Yen ke atas. Kisaran harga tergantung dari ukuran, bahan, model dan pabrik yang memproduksi barang. Saat Anda membeli furoshiki, sebaiknya mengetahui bahan yang akan dibeli, apakah terbuat dari sutra sehingga dapat dicuci menggunakan uap panas atau terbuat dari bahan benang kapas (wool) sehingga harus dicuci menggunakan tangan. Saya lebih memilih bahan yang terbuat dari benang kapas, karena harga yang lebih murah.

Alasan mengapa saya menyukai furoshiki, furoshiki sangat ringan, indah, tradisionil, dan modern sampai sekarang. Saat ini, banyak produk yang menggunakan bahan yang ramah terhadap lingkungan, sehingga tidak menggunakan tas yang terbuat dari vinil atau pun plastik.

Suatu saat nanti, saat saya kembali ke rumah saya di Jerman, saya berencana untuk membeli furoshiki sebagai cindera mata.

Jika Anda ingin mengetahui lebih banyak mengenai Furoshiki, silahkan melihat di buku karangan Chizuko Morita :

& Furoshiki nyumon (hanya ada di Jepang)

ISBN 4-391-12444-0

& Tsutsunde,musunde, furoshiki ni muchu (hanya ada di Jepang)

ISBN 4-529-03484-4

& Furoshiki ni shitashimu

ISBN 4-473-01828-8

(Saya pribadi sangat menyukai buku ini, cara menjelaskan mengenai bahan pembungkus dalam Bahasa Inggris, bacaan yang menarik meskipun tulisannya berbahasa Jepang) Atau dapat dilihat di situs kami di : Furoshiki kenkyukai, kelompok yang mempersembahkan Furoshiki.

Untuk saran dan kritik, silahkan mengunjungi alamat kami di :